Warung tenda menyajikan soto, bakso, lomie, pecel lele, atau ayam goreng, itu udah biasa. Ada banyak, berderet-deret di pinggir jalan. Tapi, kalo warung tenda jualan dimsum, ini baru luar biasa. Mungkin bukan satu-satunya di Bandung, tapi aku baru liat di Jalan Ambon, seberang SMPN 7. Sebenernya dah lama aku tau tempat itu, tapi karena lokasi warungnya gak menarik, belom kesampean juga kesana. Males.
Kalo akhirnya aku datang ke sana, itu karena dikomporin ma Indah. Ternyata dia udah duluan icip-icip, kesengsem, trus mau balik lagi.
Ya udah, suatu Sabtu, kami meluncur ke sana siang-siang abis ujan. Di negeri asalnya sono, dimsum tuh biasanya buat makan pagi atau temen minum teh. Tapi, berhubung kami laper siang-siang, ya akhirnya si dimsum jadi menu utama santap siang deh.
Kami pesen empat macam menu: hisit kau (isi seafood), hakau (isi udang), lumpia seafood goreng, ama ceker saus (yang ini sih Indah doang yang doyan). Masing-masing porsi terdiri dari 3-4 buah ukuran kecil-kecil. Jadi, kalo laper, ya gak nendang banget-banget kalau cuma pesen satu macem. Enaknya, makan dimsum tuh rame-rame biar kita bisa cicipin banyak macem. Kami cukup puas dengan rasanya. Dari empat menu yang kami pesen, aku paling suka dengan bentuk hakau yang kerut merut transparan. Berdasarkan info dari berbagai sumber, konon itu merupakan efek dari tepung tang mien, yang emang khusus buat bikin hakau. Cuma, ketika diambil pake sumpit, kulitnya cepet robek. Kalau menurut mbak Janti di multiply-nya, ini karena si hakau terlalu lama dikukus. Untuk rasa, aku lebih suka hisit kau dan lumpianya. Lebih punya taste alias lebih berbumbu, sementara si hakau lebih plain. Isi hisit ma lumpianya sama-sama seafood, jadi rasanya mirip. Bedanya, satu dikukus, satu digoreng. Tapi, sama-sama gurih kok.
Btw, dalam dua minggu kami datang dua kali lho ke tempat ini. Kunjungan kedua, Indah berhasil ngomporin saudara kembarnya dari Jakarta untuk ikut serta :D Lumayan nih bertiga, jadi menu yang kita pesen bisa lebih banyak. Kami pesen hisit kau, hakau, lumpia seafood, kwotie, dan siomay ayam udang. Kwotie-nya hampir sama ama hisit kau, bedanya cuma digoreng.
Ya, secara umum hidangannya enggak mengecewakan untuk ukuran kaki lima. Tapi yaaa… bersabarlah kalau mau makan di sini soalnya tempatnya berdiri di atas saluran air alias got. Gak bau sih, cuma yaaa…namanya got. Tetep aja bukan tempat yang asik. So, kalau Anda termasuk jijikan, mending pesen untuk dibawa pulang aja. Eh, tapi kan kalo dibawa pulang dimsumnya udah dingin ya, mana enak? Kalau mau nekat makan di tempat, seperti kami yang ke sana siang-siang dan habis ujan pula, sebaiknya pilih meja paling kanan (kanannya arah Jalan Banda ya) soalnya lebih beradab :p Beradabnya kenapa? Liat sendiri deh.
Oya, selain dimsum, warung tenda ini juga menyediakan lomie dan yamien. Beda sih keknya yang jual, tapi mereka berkolaborasi gitu. Kata Indah yamien-nya enak. Well, sekian dulu laporan tentang makan dimsum dari pinggir jalannya.
Warung Tenda Dimsum
Jalan Ambon, seberang SMPN 7 Bandung
Kisaran harga : Rp 7.500-Rp 8.500
Buka : jam 09.00-17.00
Kalo akhirnya aku datang ke sana, itu karena dikomporin ma Indah. Ternyata dia udah duluan icip-icip, kesengsem, trus mau balik lagi.
Ya udah, suatu Sabtu, kami meluncur ke sana siang-siang abis ujan. Di negeri asalnya sono, dimsum tuh biasanya buat makan pagi atau temen minum teh. Tapi, berhubung kami laper siang-siang, ya akhirnya si dimsum jadi menu utama santap siang deh.
Kami pesen empat macam menu: hisit kau (isi seafood), hakau (isi udang), lumpia seafood goreng, ama ceker saus (yang ini sih Indah doang yang doyan). Masing-masing porsi terdiri dari 3-4 buah ukuran kecil-kecil. Jadi, kalo laper, ya gak nendang banget-banget kalau cuma pesen satu macem. Enaknya, makan dimsum tuh rame-rame biar kita bisa cicipin banyak macem. Kami cukup puas dengan rasanya. Dari empat menu yang kami pesen, aku paling suka dengan bentuk hakau yang kerut merut transparan. Berdasarkan info dari berbagai sumber, konon itu merupakan efek dari tepung tang mien, yang emang khusus buat bikin hakau. Cuma, ketika diambil pake sumpit, kulitnya cepet robek. Kalau menurut mbak Janti di multiply-nya, ini karena si hakau terlalu lama dikukus. Untuk rasa, aku lebih suka hisit kau dan lumpianya. Lebih punya taste alias lebih berbumbu, sementara si hakau lebih plain. Isi hisit ma lumpianya sama-sama seafood, jadi rasanya mirip. Bedanya, satu dikukus, satu digoreng. Tapi, sama-sama gurih kok.
Btw, dalam dua minggu kami datang dua kali lho ke tempat ini. Kunjungan kedua, Indah berhasil ngomporin saudara kembarnya dari Jakarta untuk ikut serta :D Lumayan nih bertiga, jadi menu yang kita pesen bisa lebih banyak. Kami pesen hisit kau, hakau, lumpia seafood, kwotie, dan siomay ayam udang. Kwotie-nya hampir sama ama hisit kau, bedanya cuma digoreng.
Ya, secara umum hidangannya enggak mengecewakan untuk ukuran kaki lima. Tapi yaaa… bersabarlah kalau mau makan di sini soalnya tempatnya berdiri di atas saluran air alias got. Gak bau sih, cuma yaaa…namanya got. Tetep aja bukan tempat yang asik. So, kalau Anda termasuk jijikan, mending pesen untuk dibawa pulang aja. Eh, tapi kan kalo dibawa pulang dimsumnya udah dingin ya, mana enak? Kalau mau nekat makan di tempat, seperti kami yang ke sana siang-siang dan habis ujan pula, sebaiknya pilih meja paling kanan (kanannya arah Jalan Banda ya) soalnya lebih beradab :p Beradabnya kenapa? Liat sendiri deh.
Oya, selain dimsum, warung tenda ini juga menyediakan lomie dan yamien. Beda sih keknya yang jual, tapi mereka berkolaborasi gitu. Kata Indah yamien-nya enak. Well, sekian dulu laporan tentang makan dimsum dari pinggir jalannya.
Warung Tenda Dimsum
Jalan Ambon, seberang SMPN 7 Bandung
Kisaran harga : Rp 7.500-Rp 8.500
Buka : jam 09.00-17.00
1 comment:
mau ke sana lagi!!! :)
Post a Comment