Tuesday, May 7, 2013

Makanan Pinggir Jalan, Surga Kuliner di Depan Mata

Makanan enak selalu identik dengan tempat makan bagus sekelas restoran atau kafe? Menurut saya kok enggak. Entah tertanam sejak kapan, saya berpendapat, ada jenis makanan tertentu yang keotentikan rasanya tidak bisa kita temukan di restoran. Untuk makanan seperti sate, soto, nasi uduk, atau sop, saya lebih percaya pada warung pinggir jalan, entah warung permanen sederhana maupun warung tenda bongkar pasang. Kalau warung itu selalu ramai, berarti kita wajib coba.

Pernah ke Jogja kan? Di sana ada kekayaan kuliner bernama angkringan, dan itu pasti di pinggir jalan. Tempat duduk hanya tersedia di sekeliling gerobak yang sekaligus berfungsi sebagai meja untuk menyajikan sego kucing (nasi kucing) dan kawan-kawan, atau lesehan beralas tikar. Tapi, dijamin kita betah ngobrol berjam-jam sambil menikmati sego kucing dengan lauk aneka sate (telur puyuh, ati ampela, bakso), tahu-tempe bacem, atau gorengan. Tak ketinggalan teh poci nasgitel (panas-manis-kental) atau kopi hitam yang dicemplungi arang membara, yang akrab disebut kopi jos.
Di Bandung, di kawasan Cikapundung, ada warung pinggir jalan yang baru buka malam hari sampai pagi hari. Warung itu ramainya setengah mati. Makin mendekati pagi, makin ramai. Di sana, kalau kita lagi diet, mungkin program kita bakal gagal total mengingat banyak menu yang mengandung santan atau lemak, misalnya gulai, jerohan, dan usus. Tapi masih banyak juga kok menu yang lebih sehat, seperti tumis-tumisan dan pepes. Tapi, terlepas dari risiko gagal diet tersebut, sajiannya yang beragam, lengkap dengan bonus keramah-tamahan pemiliknya--yang selalu akrab menyapa pelanggan dengan sebutan geulis (cantik), kasep (ganteng), atau bu haji--menjadi magnet yang membuat kita selalu pengen dating lagi.

Masih dari Bandung, di salah satu ruas jalan yang dipenuhi dengan factory outlet, ada juga warung pinggir jalan yang bisa dibilang nomaden. Setahu saya, warung itu sudah pindah tiga kali. Awalnya mereka buka sekitar jam 11 malam, tapi kemudian buka lebih awal demi tuntutan konsumen yang enggak bisa makan kemalaman. Walaupun cuma warung kaki lima, perpindah-pindah pula, warung itu tetap ramai sampai sekarang.

Di Jakarta, banyak warung kelas kaki lima yang tidak pernah sepi. Wawasan saya seputar Jakarta masih sangat sempit, mengingat saya masih terhitung pendatang baru. Tapi setidaknya ada beberapa lokasi di sekitar tempat tinggal saya yang terlihat selalu ramai.

Di Pejompongan ada warung tenda aneka penyet dengan sambel khas yang menjadi juaranya. Dilihat sekilas dari luar, penampakan warung itu ”enggak banget”, tapi ramainya ampun-ampunan. Orang rela mengantre dari lapar sampai kenyang lagi, saking lamanya.

Bergeser sedikit ke daerah Rawa Belong,  ada warung tenda nasi uduk yang cukup kondang di seantero Jakarta. Di siang hari, masih di kawasan yang sama, ada asinan betawi dan rujak juhi yang selalu menggoda iman di tengah teriknya Ibu Kota.

Sekadar memberi gambaran, di sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya (sekali jalan sekitar 5 kilometer), bisa ditemukan banyak sekali ragam kuliner kekayaan Nusantara. Selain nasi uduk, asinan betawi, dan rujak juhi di atas, masih banyak lagi sajian yang menarik hati. Sebut saja soto mi khas Bogor, soto lamongan, sop buah berembel-embel Bandung, ketupat sayur, pecel kediri, pecel madiun, martabak (mulai dari yang mengusung nama Bandung, Bangka, sampai Mesir), angkringan sego kucing, pisang goreng pontianak, mendoan, dan sate padang. Banyak kan? Tapi masih ada lagi. Coba saya ingat-ingat lagi.

Oiya, ada kue dongkal (kue tradisional Betawi, mirip awug di Sunda), dan yang terbaru ada warung tenda bir pletok plus ketan bakar. Konsepnya saya lihat mirip angkringan Jogja. Duduknya lesehan.
Nah, yang ini saya belum coba, tapi segera menjadi target selanjutnya.

Kembali ke kekayaan kuliner jalanan. Itu baru seruas jalan sepanjang 5 kilometer. Dan belum semua saya sebutkan, misalnya nasi goreng dan pecel lele yang bisa dikatakan menjadi ”pemandangan wajib” di setiap ruas jalan. Coba seluruh Jakarta, coba seluruh Indonesia. Wuaaah, pasti banyak banget!  Kalau sudah begini, saya merasa bahagia hidup di Indonesia. Karena surga kuliner ada di depan mata, bertebaran di mana-mana. Ya, walaupun kadang ngomel-ngomel karena trotoar dimonopoli, atau kadang mengalami gangguan pencernaan ketika jajan sembarangan, saya tetap enggak kapok mengunyah jajanan pinggir jalan. Yuuuk, siapa mau ikut kulineran di pinggir jalan bareng saya?


Tulisan ini saya buat untuk memeriahkan Femina Foodlovers Blog Competition 2013

Saturday, February 2, 2013

Nemu yang Enak-enak di Secret Recipe

Rencana semula, aku dan mantan tetangga kamar yang segera akan jadi tetangga lagi mo ke Plaza Semanggi. Ada sesuatu yang mau dia beli. Tapi berubung nggak bisa masuk dari jalan yang biasa, trus muter-muter nggak jelas alias nyasar, keujanan pula, kita memutuskan pindah tongkrongan ke Central Park. Tau gitu langsung ke Central Park aja, dah kenyang makan kali. Huhu.

Sampe sana kita shalat Dhuhur dulu biar tenang, baru kemudian nyari makan siang. Sebenernya aku dah brunch (gayanyaaa) dengan soto betawi tanpa nasi dari dapur umum tanggap darurat banjir di kantor, tapi kok laper lagi ya. Hahaha, dasar gembul. Kita menyusuri deretan tempat makan di lantai LG (yang ada Ace Home Center-nya itu loh), binguuung. Tadinya sempet tertarik ama Ramen 38, tapi pas buka-buka menu di depan restonya, kok ada menu babi tapi ada menu halal juga. Kita nanya, tempat masak ama wadah makanannya terpisah apa enggak.


Ternyata peralatan masak dan mangkok-mangkoknya sama. Jadi, kita memutuskan nggak makan di situ. Trus kita mampir liat-liat menu di Takigawa. Nggak tertarik ama menunya. Banyak pilihan sushi, tapi Indah lagi pengen makan kenyang :) Lalu, kita menuju Secret Recipe. Liat-liat menunya menarik juga. Ada hidangan Asia dan Eropa. Untuk makanan Asia ada laksa, aneka nasi, pad thai, dan mi. Kalo hidangan Eropa, ada steak, lasagna, spageti. Ada macem-macem cake juga. Minumannya pun banyak pilihan.

 

Ya sudah, kita segera masuk. Setelah membolak-balik buku menu, aku pesan Grilled Chicken in Mongolian Sauce, minumnya Strawberry Lychee Tea. Indah pesen Noodle in Tom Yam Kung, minumnya Lychee Tea. Di luar dugaan, ternyata makanan sama minumannya enak-enak loh.

Ayam bakarnya terdiri dari dua potong filet ayam dengan tingkat kegosongan yang pas. Aku emang suka yang bakarnya sampe rada gosong. Bumbunya menyerap sampe ke dalem. Ayamnya yang tanpa tulang ya bikin kita gampang makannya. Sebagai pelengkapnya ada sayuran campur (wortel, buncis, jagung) yang dimasak dengan bumbu asem manis. Cocok ama rasa daging ayamnya yang bercita rasa gurih agak manis. Di menunya sih ada logo cabenya, tapi bagiku nggak ada rasa pedes sama sekali.

Pesenan Indah nggak kalah menggoda. Minya pake jenis kwetiau. Kuah tom yamnya segeeer banget. Lengkap dengan cabe rawit ijo yang gede-gede dan udang yang nggak juga gede. Enaaak.

Minumannya juga seger. Nggak mengecewakan deh makan di sini. Layak buat dikunjungi lagi kapan-kapan.

Oya sekadar info, Secret Recipe ini aslinya dari Malaysia. Konsepnya berupa toko kue, kafe, sekaligus restoran. Dapurnya terbuka, jadi sambil makan kita bisa liat para chef masak. Sayangnya nggak ada yang seganteng Chef Juna, hahahaha, ngimpiii! Kalau mau tau tentang Secret Recipe, bisa liat web site-nya di sini. Soal testimoni sih beragam. Beberapa orang Malaysia kecewa makan di sini, tapi kalow beberapa orang Jakarta bilang makanan di sini enak-enak. Nah, aku setuju dengan pendapat terakhir :)

Secret Recipe @ Central Park

Grilled Chicken in Mongolian Sauce   : Rp 42.800
Noodle in Tom Yum Kung                  : Rp 46.800
Lychee Tea/Strawberry Lychee Tea    : Rp 24.800
Service Charge 5 persen
Pajak 10 persen                                                 

Monday, January 7, 2013

Pempek Gaby Grand Wisata Bekasi


Kali ini wisata kuliner ke luar kota ah. Luar kotanya gak perlu jauh-jauh, cukup di Bekasi ajah. Hari Sabtu kemaren aku maen ke rumah bulek (adeknya ibu) di Tambun, Bekasi. Selain udah lama nggak ke sana, pengen juga tuh wisata kuliner bareng.

Biar gak kejebak macet, aku berangkat pagi-pagi dari kosan. Sampe di perempatan Slipi, maunya naek Mayasari AC 29 jurusan Bekasi Timur, tapi nunggunya lamaaa banget. Ya udah, terpaksa naek Transjakarta dulu ke Semanggi, di sana kan banyak pilihan. Dari sana naek AC 05 Bekasi Timur, turun di Bulak Kapal dan masih nyambung angkot lagi sekali sebelum dijemput sepupuku.

Nyampe rumah bulek, sarapan urap yang segeeer banget. Bukan masakan bulek, tapi beli di ibu-ibu yang lewat. Sayurannya kenikir, kacang panjang, bayem, ama toge. Bumbunya dicampur teri. Pedes tapi sopan. Yummy lah pokoknya. Seperti urap di kampung. Cuma kalow bikinan ibu, warna bumbu urapnya nggak merah karena banyakan cabe ijonya. Abis itu ngobrol ngalor ngidul sambil ngemil-ngemil jajanan Parahyangan, mulae dari peuyeum, krupuk mlarat, dodol nanas, banyaak deh.

 

Sorenya kita jalan, mo makan cwi mie yang bikin aku penasaran. Tempatnya nggak jauh dari rumah, di daerah Mangun Jaya. Kata paklekku yang orang Malang, rasanya otentik. Jadi makin penasaran. Tapiiii, kita harus kecewa karena warungnya tutup. Hiks. Dah jauh-jauh dari Jakarta, masih harus menyimpan rasa penasaran terhadap si cwi mie ini nih.

Ya wes, kita lanjut menuju Perumahan Grand Wisata. Di sana ada Pempek Gaby yang menurut mereka enak. Anak-anak aja sampe kalap kalow makan di sana. Hehe. Oke deeeeh...

 

Pempek Gaby ini letaknya di ruko-ruko di dalam perumahan. Warungnya kecil, tapi rame, salah satu indikator kalow makanannya enak :) Dua sepupuku udah tau banget apa yang mo dipesen. Dua lenjer, dua kapal selam. Kapal selemnya gede padaal. Sepupu yang kecil (kelas 5 SD) malah masih pesen es kacang merah. Ckckck. Aku sendiri pesen satu lenjer, satu kulit, ama dua bulet. Imut deh porsinya, tapi ditambah dengan es selasih yang porsinya mayan gede...pas lah.



Sebelum makan kita foto-foto dulu :) Baruuu deh makan. Pempeknya enak. Kenyal tapi enggak alot, dan ikannya berasa. Aku sih paling suka ama pempek buletnya. Ikannya paling berasa. Es selasihnya juga seger. Selasihnya banyaaak, ditambah nata de coco dan sirup coco pandan. Sempet nyicipin es kacang merahnya juga, dan enak juga. Kesimpulannya, tempat ini layak untuk dikunjungi lagi. Hehe. Oya di sini juga ada aneka cemilan, kek krupuk, kue semprong, dan kue bangket.

Total kerusakan untuk kita berlima sekitar Rp 150.000, lupa persisnya berapa soalnya ditraktir bulek :)) Keknya ini yang bikin tambah enak juga, hahahaha....

Abis makan kita mampir dulu ke rumah om yang bontot. Di sana ngobrol-ngobrol sambil minum teh mint bikinan sendiri. Segeeeer. Kita nggak lama di sana trus pulang lagi ke Tambun. Liburan yang sederhana tapi bikin bahagia :)

Pempek Gaby
Pusat: Jalan Cut Mutiah No 2B, Rawa Panjang, Bekasi Timur
Cabang: antara lain, Grand Wisata, Tambun, Bekasi

Friday, January 4, 2013

Sarapan di Bubur Ayam BCA Matraman

Sejak di Jakarta emang daya jelajah kulinerku menurun drastis. Tapi aku bertekad tahun 2013 harus mulai kulineran lagi. Biar ada cerita kalau tar dah nggak di Jakarta. Jangan sampe nyesel kok belum pernah ke sini, ke situ, dan seterusnya. Hehe.

Beberapa waktu lalu aku kursus cake dasar di daerah Matraman. Ini juga tekad laen, mumpung di Jakarta, banyak kursus baking, mesti dimanfaatin juga. Biar ilmu baking-nya berkembang, suatu saat pasti berguna, setidaknya di dapur sendiri.
Ceritanya biar nggak telat kursus, aku berangkat pagi-pagi naek bus transjakarta. Naik dari Slipi Petamburan, turun di halte BNN dan ganti bus ke arah Tanjung Priok, lalu turun di halte Matraman 1. Dari situ nyeberang ke arah Bank BCA. Nah, di situ ada gerobak bubur ayam bergenre Cirebon yang rameee banget. Pastinya penasaran dong, walopun aku nggak terlalu hobi makan bubur ayam.

Ya sudah akhirnya aku ikut ngantre. Lamaaa banget karena satu orang bisa mesen lima porsi bahkan lebih, dengan pesenan yang beda-beda. Misalnya yang satu nggak pake ini-itu, yang satu pake itu-ini, yang satu banyakin ininya. Bikin makin lama kan? Setelah nunggu setengah jaman, akhirnya sampe juga giliranku. Aku pesen bubur ayam biasa porsi setengah, karena kuliat porsinya udah gede. Di sana ada pilihan bubur ayam biasa atau spesial, porsi satu dan setengah.

Giliran pesenanku udah selese diracik, kursinya udah didudukin orang semua. Ya wes, nangkring di tempat seadanya yang panas meski hari masih pagi. Buburnya enggak kental model bubur Mang Oyo di Bandung, tapi cenderung agak encer. Kalau tanpa kuah berasa tawar, tapi stelah kuahnya yang rada kekuningan dicampur, rasanya jadi gurih. Suwiran ayam, cakue, dan taburan kedelainya juga melimpah. Selain itu masih ada taburan daun bawang dan dua macem krupuk. Kalau biasanya cuma krupuk oranye, yang ini istimewa. Ada krupuk singkong kecil-kecil warna putih yang di tengahnya ada serpihan cabe merah. Kalau dulu di kampung aku nyebutnya krupuk pedes. Rasanya juga masih sama. Hmmm, tambah yummy deh.

Kalau buburnya kek gini aku sih doyan. Setengah porsi tandas loh... padaal biasanya aku susah ngabisin bubur ayam karena cepet eneg. Buat yang penasaran, cobain sendiri deh :)


Harga:
1 porsi biasa    : Rp 8.000
1/2 porsi          : Rp 7.000
bubur spesial    : Rp 15.000
sate telur puyuh: Rp 2.000

Ngopi di Coffee Toffee

Ini kedai kopi yang bikin penasaran. Bukan apa-apa, sebelum aku sempet nyobain, kedai yang di salah satu gedung kantorku tutup dan diganti kedai laen yang lebih gak menarik. Naaah, akhir tahun kemaren kesampaian deh nongkrong di Coffee Toffee yang di Gandaria City.


 
Komentarku? Tempatnya kecil, cuma muat sekitar 10 orang. Trus orang bebas merokok di situ. Setelan musiknya juga terlalu kenceng, padahal musiknya sih asik-asik. Tapi karena setelannya terlalu kenceng jadinya bukan asik melainkan berisik. Jadi kalau mo mencari ketenangan, tempat ini kurang cocok. Kopinya sendiri lumayan enak, cuma yang tertera di gambar ama aslinya beda. Di gambar, template atasnya itu bunga-bunga, tapi aslinya butek. Template-nya nggak keliatan. Mungkin pegawainya masih amatir. Soalnya selain template-nya suram, pesenanku datengnya juga lamaaa pisan. Wew.
 
Pisang kejunya nggak lebih baek. Bakar pisangnya nggak niat, jadi ga ada efek gosong-gosongnya sama sekali. Masih putiiiih. Ditambah dengan lelehan susu kental manis putih dan taburan keju parut, makanan ini sukses tampil pucat. Kalau nggak karena laper, keknya males makan deh.

Eh, ini ulasannya kok negatif semua yak? Maaf ya Coffee Toffee :)) Tapi emang begitulah adanya. Padahal kalau baca di internet, review-nya bagus loh. Semoga di gerai-gerai lain kualitasnya emang bagus....