Sunday, October 11, 2009

Sushi Boon, Sushi Enak-Murah-Repot

Ini dia sushi kaki lima yang lagi happening di Bandung. Mangkal dalam sebuah mobil yang disulap jadi dapur sekaligus ”mini bar”, Sushi Boon mangkal di depan toko sepatu Edward Forrer, seberang FO Level, Jalan Dago. Kalo dari bawah sebelah kiri jalan, sebelum Simpang Dago.

Gak tau sejak kapan warung mobil sushi ini ada, tapi masih termasuk gres dan rame-ramenya pembeli. Sabtu (10/10), aku dan temen-temen nyempetin ke sana. Penasaran juga sih kek apa sih sushi yang sedang rame diperbincangkan orang se-Bandung ini (lebay!).

Kami datang jam 15.00-an dan tempat itu dah rame sama anak-anak muda. Setelah itu datang juga rombongan keluarga. Rame deh. Padahal habis ujan dan masih bersisa rintik-rintiknya. Kok enggak pada males yak?

Tanpa buang-buang waktu, kami mencermati daftar menu, lalu pesen. Pesenan kami dicatat dengan nomor 25. What??! Padahal kami dah laper bangettt. Tapi apa boleh buat. Kami pun menunggu, duduk di kursi plastik yang tersebar di sekitar mobil Sushi Boon.

Pas pesenan dah sampe nomor 23-24, terjadi sedikit kekacauan akibat ujan yang mulai menderas. Para pembeli berlarian ke tempat yang teduh. Trus kursi-kursi plastik dikemasi ama pegawai Sushi Boon.

Beruntung mas dan mbak urutan 23 makannya cepet selesai, dan pesenan nomor 24 adalah pesenan dibawa pulang. Ya udah kami langsung menduduki salah satu sisi ”mini bar”, berempat duduk berdesak-desakan.Gak lama kemudian pesenan kami datang satu demi satu. Pertama, Craby Baby. Sushi isi ikan dori. Nasinya ada bintik-bintik pink entah apa itu. Rasa sushinya sendiri rada-rada manis gituh. Selanjutnya adalah Godzilla, sushi isi apa ya? Lalu, Rolling Stones, sushi isi sapi teriyaki. Di dalemnya ada semacam sayurnya juga. Trus sebagai topping-nya ada lelehan keju. Yang ini enak. Ada aroma bakar-bakarnya. Hahaha. Terakhir, Spiky the Spicy. Nah, ini sushi rada aneh, yaitu sushi goreng isi tuna panggang. Pas belum dipotong-potong tampak seperti belut goreng jumbo. Soalnya itu sushi terbungkus rumput laut trus digoreng pake tepung.

Jujur, kemaren gak bisa menikmati dengan santai. Makannya buru-buru karena ujan trus antrean yang panjang. Jadi gak bisa nge-review dengan detail. Cuma, yang jelas, nasinya pulen, walopun konon, menurut informasi dari sini, gak pake beras jepang. Trus variasinya juga banyak. Ada juga yang mentah. Lain kali datang lagi ah, di jam yang sepi pembeli. Kira-kira jam berapa ya? Kesimpulannya, dengan kisaran harga Rp 12.000 (ato Rp 15.000) sampe Rp 29.000 per porsi, sushi kaki lima yang mengusung konsep "makan sushi dengan gaya berbeda" ini layak dicoba kok.

Ada beberapa tips kalo mau ke sana. Pertama, pastikan cuaca cerah agar kita bisa duduk tenang di area Sushi Boon yang tanpa tenda peneduh dan meja itu. Atau, kalau tetep mau ke sana pas cuaca hujan, sebaiknya bawa mobil agar bisa makan di mobil. Alternatif lain, pesen sushi di Sushi Boon, trus pesen minum di CafĂ© Ali Baba di sebelahnya. Nah, makanlah di kafe itu. Kalo si pemilik kafe gak protes loh yaaaa… Atau, pesen aja buat dibawa pulang. Tapi kemasannya gak asik ah, styrofoam. Gak ramah lingkungan dan juga gak gaya. Hehehe. Info lebih lengkap, bisa klik www.sushiboon.com. Ada juga di Facebook.

Tuesday, August 11, 2009

The Waroeng

Tempat makan berkonsep pujasera yang mengumpulkan ikon-ikon kuliner punya nama di Kota Bandung rupanya sedang ngetren. Setelah The Kiosk dan Black Market Food Outlet, kini muncul The Waroeng di Jalan Cimanuk Nomor 2, Bandung, awal Agustus lalu.

Setelah beberapa hari lewat depannya, secara rute sepedaan saya, akhirnya Sabtu (8/8) lalu kesampaian juga saya menyambangi tempat ini. Tempatnya sebenernya tidak terlalu luas, tapi ternyata menu yang ditawarkan cukup variatif. Sebut saja Lotek Katineung (cabang Yogya Kepatihan), Siomay Tulen, Ayam Bakar Mergosari (ada pepes2an juga sih), Es Bungsu, pempek (lupa mereknya), mendoan (lupa juga titelnya), zupa-zupa, tahu peletok, Puding Green Leaf, dan batagor. Untuk minumannya ada Es Jacko (gak mo kalah memanfaatkan momen meninggalnya si raja pop itu), youghurt, aneka jus, dan standar minuman botol.

The Waroeng ini menempati halaman depan sebuah rumah gaya Belanda. Duduk di kursi kayu kecil-kecil, dengan meja yang juga kecil, kalo siang sepertinya kita bakal disuguhi pemandangan keriuhan anak-anak SMP, karena tempat ini berseberangan sama SMP 44 Bandung. Waktu saya datang sih ramai lancar karena pas hari Sabtu dan sudah agak sore.

Nah, sekarang ngomongin makanannya. Saya pesen Lotek Katineung tanpa nasi ataupun lontong. Soalnya kemaren-kemaren sempet kekurangan sayur tuh. Jadi ya udah, makan lotek aja. Isinya standar seperti lotek pada umumnya. Sambal kacangnya lembut dan pedesnya juga oke.

Karena merasa lotek aja bakal kurang nendang, saya juga mesen mendoan biar kenyangnya pas. Eiitts, saya gak gembul-gembul amat kok. Mendoan itu saya makan berdua temen. Seporsi mendoan terdiri dari 4 ato 5 potong (gak sempet itung) dengan ukuran lebih kecil daripada tempe mendoan yang pernah saya makan di Cilaki dan belakang Telkom Supratman. Tingkat kekeringannya juga terlalu kering untuk ukuran mendoan, tapi saya suka sih. Gurihnya pas. Trus, uniknya ada kremesannya. Ya, semacam rontokan dari tepung mendoan itu lah. Sambalnya juga enak. Beda sama sambel mendoan yang biasanya sambal kecap dengan potongan cabe, yang ini cabenya ikutan diulek.

Oya, temen saya mesen nasi plus pepes ikan mas plus sayur asem, kalau gak salah dari kedai Mergosari. Saya gak begitu perhatiin soalnya udah laper. Yang ini penyajiannya heboh sekali. Nasinya ditaruh di bakul dari anyaman bambu, nasi dan pepes dalam piring tersendiri, trus lalapan dengan porsi melimpah ditempatkan di nampan plastik. Sumpah porsi lalapan itu lebay, apalagi untuk ukuran saya yang gak demen lalap. Gimana enggak, ada dua butir terong hijau ukuran sedang, lima irisan timun, selada, dan seonggok leunca. Ditambah dengan mangkuk kecil buat cuci tangan, meja mungil kami langsung penuh sesak. Kebayang kalo satu meja itu penuh diisi empat orang, gak muat kali ya buat nampung semua pesanan.

Testimoni dari temen saya, pepesnya oke, tapi sayur asamnya terlalu manis. Dia bilang seperti kolak. Hehehe. Saya sempet cicipin sambelnya. Sambel terasi dengan tomat dan cabe yang diulek kasar. Pedesnya lumayan nampol.

Satu lagi dari The Waroeng (sebelum kelupaan), tapi gak ada hubungannya sama makanan. Kalau ada yang berniat ke tempat ini dalam waktu dekat, dan perlu pergi ke toilet, siapkan fisik yang prima, soalnya letak toiletnya jauuuuh di belakang, berkelok-kelok. Sampai-sampai tulisan "toilet"-nya aja ada kali empat biji. Pas saya tanyakan ke mbak yang di kasir, dia bilang emang belum direnovasi. Trus sambil bercanda dia bilang, ”Sekalian biar kalo balik ke meja udah laper lagi…” Bisa aja si mbak.

Mengingat letak yang strategis (deket kantor saya maksudnya) dan harganya masih terjangkau (semoga gak karena promosi aja), keknya tempat ini bisa jadi alternatif baru mengisi perut, nih, atau buat ngabur sebentar dari kantor pas sore-sore. Besok-besok mo cobain pudingnya, ah. Keknya menarik, bentuknya imut-imut....


Lotek Katineung (tanpa nasi) : Rp 7.500
Mendoan : Rp 5.000
Plus nasi pepes, sayur asem, dan dua teh botol, total kerusakan Rp 30.000-an

Friday, July 17, 2009

Festival Jajanan Bango

FJB 2009 di Lapangan Tegallega, Bandung, 11 Juli 2009... Fotonya aja dulu ya...huheheh...

Kebanyakan Makan, Males Nulis

Itulah yang terjadi padaku selama beberapa waktu terakhir.... Makan sih jalan terus, tapi update blog gak pernah lagi. Hiks. Gara-gara Fb juga sih. Yang laen-laen jadi terlantar.

Tapi mule sekarang aku mo update blog lagi ah... siapa tau nanti ada pemilik tempat makan pada mampir ke sini, kan lumayan, bisa dapet diskon... :)

Kayak Teh Dian, pemilik Orange Zupa-zupa, yang udah mampir ke blog ini. Makasih ya Teh. Kapan2 saya ke Gasibu lagi deh..

Sunday, March 15, 2009

Black Market Food Outlet

Black Market Food Outlet. Namanya unik ya. Beneran kok ini tempat makan, bukan tempat transaksi barang-barang ilegal. So, jangan khawatir kita bakal ditangkep aparat kepolisian. Lokasinya di Jalan RE Martadinata Bandung yang berbatasan dengan sudut Jalan Aceh, deket Taman Pramuka, (punten yaaak, lupa ngeliatin nomornya). Tempat makan ini kalau gak salah baru diresmikan beberapa minggu lalu.

Konsepnya seperti pujasera yang menempati semacam pendopo terbuka dengan pemandangan keramaian Jalan RE Martadinata. Di salah satu sisinya berderet gerai-gerai makanan dengan nama menu yang ditulis dengan kapur, sedangkan di bagian tengah ada meja kasir. Selebihnya diisi meja dan kursi untuk pengunjung. Di bangunan laen, masih dalam satu area, akan segera dibangun fashion gallery.

Menu yang ditawarkan antara lain Lotek Alkateri, Gudeng Bu Ratna (yang katanya pake ayam kampung), Mi Kemuning, Soto Ahri-Garut, gado-gado, nasi bakmoy, iga bakar, nasi pepes, dan mi kocok. Untuk cemilan ada tahu gejrot, gorengan, dan rujak ulek (rujak teh cemilan apa bukan ya? asal nih nyebut cemilan). Di barisan minuman ada aneka jus, teh, dan gak mau kalah unjuk gigi, bandrek dan bajigur. Bandung gitu looohh… Aku nyobain tempat ini beberapa hari lalu. Siang-siang pas laper, ditelpon temen diajakin makan. Pake dijemput pula. Wah kebeneran banget. Maka meluncurlah kami ke sana. Aku sendiri merasa agak aneh karena jadwal wisata kulinerku biasanya hanya akhir pekan. Hari biasa paling makan di warung deket kosan. Dengan kostum siap ke kantor (padahal kostumnya t-shirt dan jins) dan makan siang di luar, aku berasa seperti mbak-mbak yang kerja nine to five. Hehehe.. Malah ngelantur…

Okay, kembali ke makanan, aku pesen Soto Ahri-Garut. Karena gak punya bayangan sama sekali soto macam apakah itu, aku pun tanya ke mas pramusaji, yang dijelaskan bahwa itu adalah soto daging sapi berkuah santan. Sementara itu, temenku pesen gado-gado. Entah gado-gado mana, gak ada mereknya sih. Untuk minuman gak usah dibahas ya, karena kami cuma pesen teh, dalam kemasan lagi.

Gak lama kemudian, pesenan kami datang. Pesenanku terdiri dari semangkok soto, nasi dalam piring terpisah, serta potongan jeruk dan bubuk cabe. Gak ada sambel lain. Lain daripada yang lain nih. Belum pernah nemu soto seperti ini. Sotonya sendiri emang bener berkuah santan cukup kental dengan isian minimalis, yaitu daging sapi (yang untung porsinya gak minimalis) dan kedelai goreng. Rada mirip soto Bandung ya secara isi. Sebage taburan ada bawang goreng dan daun seledri. Rasa sotonya rada manis, dan meskipun santannya cukup kental, enggak bikin eneg. Dagingnya juga bener-bener daging tanpa lemak. Sangat bersahabat untuk aku yang ”gilo” liat lemak di masakan.

Temenku juga menikmati gado-gadonya. Bumbu kacangnya halus, trus sayurannya juga seger. Ada irisan nanas dan jagung manisnya.

Siang itu kami cukup puas makan di sana dan ke kantor dengan hati riang….meski sudah ditunggu oleh sebuah rapat yang garing :p Demikian bagi-bagi ceritanya yaaa.... Kalo mau makanannya, mangga atuh dicoba sendiri :)
Black Market Food Outlet
Soto Ahri-Garut : Rp 16.000
Gado-gado : Rp 15.000

Es Lilin Cimandiri

Siang-siang yang mendung, jalan ke FO Anakecil, gak sengaja ngelewatin kedai baru yang jualan es lilin. Meski Cuma es lilin, juwalannya serius lho, terlihat dari plakat dengan ukuran lumayan gede. Es Lilin Cimandiri. Begitu yang tertulis di plakat.

Karena masih kenyang, aku ke Anakecil dulu sambil membakar kalori. Padahal sebenernya enggak karena jarak kedai es lilin ama FO itu deket banget. Akhirnya, tiba juga saat untuk mampir ke tempat es lilin. Waktu aku datang stoknya melimpah dengan rasa yang beragam, stroberi, nanas, kacang ijo, cappuccino, bluberi, dll. Aku mengambil dua secara acak, mengingat di kos keknya ga ada siapa-siapa dan gak ada kulkas pula. Jadi mubazir kalo beli banyak-banyak. Sampai di kos baru aku makan, yang ternyata adalah rasa kacang ijo dan stroberi. Semuanya bener-bener mengandung kacang ijo dan stroberi asli. Hmmm.. enak juga. Apa lagi aku lama banget gak makan es lilin.

Oya di kedai ini gak hanya ada es lilin, tapi juga Nasi Bakar 15 yang awalnya mangkal di pinggir jalan di seberang lokasi sekarang ini (di tempat lama juga masih ada ternyata). Trus ada beberapa menu bebakaran, salah satunya sosis bakar. Tempatnya bersih, cukup nyaman buat makan dan ngobrol, dengan view Gedung Sate tampak belakang (halah!). Lain waktu cobain aaahhh…

Es Lilin Cimandiri
Jalan Cimandiri, belakang Gedung Sate
Es lilin @ Rp 2.500

Monday, January 19, 2009

Sepedaan dan Makan-makan

Sabtu kemaren, aku bersepeda bareng Indah n Lisdha. Tujuan utama kita nyari beberapa pernak-pernik sepeda. Tapi ternyata kayuhan kita mengarah dulu ke kawasan Jalan Burangrang untuk mengisi perut yang dari pagi belum terisi apa-apa. Sepeda pun kita hentikan di Bubur Pelana. Tanpa liat-liat daftar menu dengan seksama, kita langsung pesen bubur ayam biasa dan ati-ampela. Pesenan nyampe, aku panik karena porsinya gede nian. Harusnya tadi pesen setengah aja deh. Buburnya encer, dengan irisan tipis daging ayam dengan porsi yang gak pelit, trus juga cakue. Sebagai bukan pencinta bubur, jenis bubur encer seperti ini cukup cocok buatku.

Kenyang makan bubur, kita lanjutin perjalanan (masih dengan sepeda) ke Jalan Veteran. Berbelanja perlengkapan sepeda. Sempet foto-foto juga. Tauk nih narsisnya gak ilang-ilang. Beres urusan di toko sepeda, kami transit dulu ke kantor. Ambil napas sebentar sebelum kemudian ke Jonas dan ke toko kue Melly's di Jalan Cipunagara. Di sana sempet nongkrong buat minum dan makan puding. Sempet beli onbinkuk juga, yg setelah dimakan di kosan, rasanya lebih mirip banana cake. Gak berasa rempahnya sama sekali. Manis doang. Tempat ini emang punya spesialisasi puding. Tapi, menurutku, gak terlalu istimewa juga sih pudingnya. Seperti puding busa kebanyakan. Mungkin nanti coba lagi rasa lain, siapa tau enak.

Dari Cipunagara, kita lanjut ke Jalan Gagak. Nengok temen yang lagi sakit. Di sana kita makan lagi, bakso tahu dan biskuit Kong Guan. Dari sana, kita masih nekat mengayuh sepeda menuju Toko Coklat di Jalan Cimanuk. Toko ini baru dibuka tiga minggu. Tempatnya gak terlalu besar, tapi coklat dan aneka snack yang tersedia sungguh bikin orang kalap. Paling enak nongkrong sore-sore di arena luarnya. Ditemani minuman kopi-kopian, kentang goreng, makaroni skotel, bitterballen, strawberry mouse, dan beberapa butir coklat, kita pun ngobrol ngalor-ngidul serasa gak punya masalah. Snack noncoklat dan minumannya gak terlalu istimewa, tapi coklatnya boleh lah. Jadi, Toko Coklat emang tempatnya kita beli coklat :D Ada macem-macem coklat di situ dengan aneka isi, mulai dari liquor sampe semacam pasta mocca. Ada juga cherry salut coklat, rhum ball, dan aneka cake coklat kayak sacher torte. Dijamin gembul deh abis dari situ…. Jam 17-an, untung kami tersadar dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Kalo gak berapa ratus kalori lagi bakal masuk ke perut? Hehehe… Tapi, aku gak tahan untuk gak nenteng pulang coklat. Abis kemasannya cantik banget. Beli satu aja dikasih kotak kertas kecil yang cute.

Perjalanan selesai di sini. Kalo mau itung-itungan, lemak yang terbakar dari ngayuh sepeda dan yang kita masukin dari makan-makan, banyakan dari makan-makannya… Tapi, kan weekend. Tak seharusnya kita itung-itungan gitu :p

Bubur Pelana (biasa) : Rp 8.000
Puding Melly's : Rp 5.000 (potongan), Rp 55.000 (loyang)
Toko Coklat : rata-rata Rp 3.500 (coklat), Rp 6.000-Rp 20.000
(cake dan snack), belasan ribu (minuman)